Pariwisata adalah salah satu industri dengan pertumbuhan tercepat, menyumbang 10 persen dari PDB global pada tahun 2019. Tetapi saat pandemi, menjadi jelas ketergantungan yang berlebihan dapat merugikan jutaan orang yang bergantung pada pariwisata.
Setelah dua tahun yang panjang, suntikan ekonomi dari pembukaan perbatasan membuat lega banyak pihak.Tetapi banyak tujuan wisata yang khawatir kalau overtourism akan balik. Diversifying ekonomi pariwisata tidak akan mudah, atau bisa langsung terjadi.
Indonesia akan menjadi tuan rumah forum World Tourism Organization (UNWTO) World Tourism Day bulan ini, dengan fokus pada "Rethinking Tourism".
Sandiaga Uno, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, mengatakan pekan ini bahwa koordinasi yang tidak efektif dan kurangnya pemahaman masyarakat dalam upaya konservasi adalah beberapa isu dalam bidang pariwisata.
“Harapan kami ke depan semakin banyak kunjungan wisata yang berkualitas dan berkelanjutan,” ujarnya.
Zurab Pololikashvili, Sekretaris Jenderal UNWTO mengatakan bahwa pandemi COVID-19 telah menunjukkan kepada kita "tantangan sekaligus peluang besar untuk memastikan lebih banyak orang mendapatkan manfaat dari dimulainya kembali pariwisata."
"Memikirkan kembali salah satu sektor ekonomi utama dunia tidak akan mudah. Tapi kami sudah berada di jalur yang baik," kata dalam sebuah pernyataan.
MEMAHAMI KENYATAAN
Kedatangan internasional global menurun 71 persen selama dua tahun pertama pandemi, menurut UNWTO.
Pada 2022, angka-angka itu mulai pulih, tetapi masih turun 54 persen secara global dibandingkan dengan 2019.
Hilangnya pendapatan ekspor dari pariwisata internasional pada tahun 2020 diperkirakan mencapai US$1,1 triliun atau 16.379. triliun rupiah. Ini mewakili 42 persen dari total kerugian dalam perdagangan internasional pada tahun 2020.
Penelitian menunjukan pariwisata global menyumbang 8 persen dari total emisi gas rumah kaca pada 2018.
GAGASAN BESAR
Kutipan ini berasal dari Tom Baum dari University of Strathclyde, Skotlandia:
"Apa yang kita saksikan adalah konsekuensi dari retakan struktural dan budaya jangka panjang yang telah meluas menjadi jurang sejak kedatangan COVID-19."
Kutipan ini berasal dari Can-Seng Ooi, University of Tasmania, Australia:
"Pariwisata pascapandemi harus bertujuan untuk keberkelanjutan bagi komunitas tuan rumah. Seiring perubahan masyarakat, demikian juga dengan industri."
PERSPEKTIF
Membayangkan ulang pariwisata Pasifik dengan berpikir lokal
Regina Scheyvens dan Apisalome Movono, Universitas Massey, Selandia Baru
Orang-orang Kepulauan Pasifik kuat ketika pariwisata dihentikan. Sekarang setelah dibuka kembali, dunia dapat belajar dari apa yang mereka inginkan.
COVID-19 bukan satu-satunya terdakwa atas krisis pekerja pariwisata
Tom Baum, Universitas Strathclyde, Skotlandia
Pandemi memaksa para pekerja untuk melompat ke sektor lain di mana mereka menemukan prospek yang lebih baik. Tidak ada perbaikan cepat untuk membawa mereka kembali.
Wisata kuliner dapat membantu meregenerasi planet kita
Francesc Fusté-Forné, Universitas Girona, Spanyol
Pariwisata regeneratif adalah langkah selanjutnya dalam perjalanan berkelanjutan dan kuliner dapat memainkan peran utama di dalamnya.
Dari pantai Bali yang berserakan ke pariwisata berkelanjutan
Sri Hastjarjo dan Rutiana D. Wahyunengseh, Universitas Sebelas Maret, Solo
Penduduk sebuah desa di pulau Jawa menetapkan aturan bagi wisatawan yang berkunjung ke daerah mereka, bekerja sama dengan pemerintah setempat untuk membantu melindungi situs-situs populer.
Model pariwisata ekonomi yang baru dan bertahan lama
Pauline J. Sheldon, Universitas Hawaii, Amerika Serikat
Menciptakan struktur ekonomi baru untuk pariwisata akan membutuhkan perubahan nilai yang mendasar.
Ketika memberi dan menerima dapat menghentikan tempat yang dicintai sampai mati
Phoebe Everingham, Universitas Newcastle, Australia
Pariwisata bukanlah masalahnya, konsumsi massal adalah masalahnya. Begini cara kita dapat mengubahnya.
Pelajaran dari ekonomi pariwisata yang melayani masyarakat
Can-Seng Ooi, Universitas Tasmania, Australia
Pendapatan pariwisata tidak selalu menguntungkan masyarakat dan ekonomi lokal.
Desa-desa pedesaan di Indonesia menawarkan pelajaran untuk pariwisata global
Fafurida, Universitas Negeri Semarang
Dataran Tinggi Dieng merupakan studi kasus pengembangan pariwisata berbasis masyarakat yang dilakukan dengan baik. Program yang sukses telah membantu seluruh wilayah ekonomi.
Memikirkan ulang pariwisata budaya setelah pandemi
Valid Hasyimi, Santi Novani SBM ITB Bandung dan Hossny Azizalrahman, King Abdulaziz University Jeddah, Saudi Arabia
Pariwisata sering menjadi saksi pengorbanan antara kepentingan ekonomi, sosial dan lingkungan, tetapi ketika COVID-19 muncul, Surakarta menemukan cara untuk mengubah pengorbanan menjadi peluang.
Wisata masa depan melalui digitalisasi,
Saidatulakmal Mohd Universiti Sains, Malaysia
Saat pariwisata tradisional menjadi andalan untuk ekonomi, pariwisata cerdas adalah jalan ke depan pasca-COVID-19.
Bagan: Kecepatan pemulihan pariwisata
Yu Luo & James Goldie, 360info
Sepuluh tujuan wisata teratas telah pulih dengan kecepatan yang sama setelah pandemi.