Literasi dimulai sebelum sekolah dan meluas sepanjang hayat. 360info mempertimbangkan berbagai cara untuk mendukung akses ke literasi di luar konteks tradisional.
Dua tahun gangguan akibat COVID-19 terhadap proses belajar mengajar berdampak pada literasi di seluruh dunia.
Sebuah laporan terbaru dari Bank Dunia menemukan secara global, antara Februari 2020 dan Februari 2022, sistem pendidikan ditutup sepenuhnya untuk sekolah tatap muka rata-rata sekitar 141 hari. Hasil akhirnya adalah “skala kerugian yang hampir tidak dapat diatasi untuk sekolah anak-anak”, dikatakan Robert Jenkins, Kepala Pendidikan di UNICEF.
Kehilangan pembelajaran bahkan dirasakan di negara-negara dengan akses internet yang cepat dan di kalangan tingkat keterampilan digital yang tinggi. Tetapi bagi anak-anak di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, dampaknya sangat berat.
“Karena 7 dari 10 anak usia 10 tahun di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah saat ini tidak dapat membaca teks sederhana, pemimpin politik dan masyarakat harus bergerak cepat untuk memulihkan masa depan generasi ini dengan memastikan strategi dan investasi pemulihan pembelajaran,” kata Jenkins.
Sekitar 24 juta siswa mungkin tidak kembali ke sekolah formal, menurut UNESCO, membuat kasus kesempatan belajar tidak hanya di ruang kelas untuk mengatasi masalah literasi sebelum menjadi terkendala.Menjelang Hari Literasi Internasional pada 8 September, UNESCO mengatakan kepentingan transformasi ruang belajar untuk memungkinkan pembelajaran literasi sepanjang hayat.
Di sebagian besar negara, peningkatan pendidikan berarti bahwa kaum muda memiliki kesenjangan literasi yang lebih kecil antara pria dan wanita pada tahun 2018, dibandingkan orang dewasa pada umumnya.
MEMAHAMI KENYATAAN
Meskipun tingkat melek huruf global telah meningkat selama 50 tahun terakhir — 86,68 persen pada tahun 2020 — ada perbedaan substantif di antara berbagai kelompok rentan berdasarkan gender dan lokasi geografis mereka.Di negara-negara berpenghasilan tinggi, 90 persen dari semua anak dibawah umur 12 bisa membaca dengan pemahaman cukup tinggi. Untuk negara-negara dengan kinerja tertinggi, angkanya mencapai 97 persen atau lebih. Namun sejak pandemi, banyak anak-anak yang jarang membaca. Di beberapa bagian negara Brasil, sekitar 3 dari 4 anak di kelas 2 tertinggal dalam membaca. Dimana sebelum pandemi hanya 1 setiap 2 anak. Di Afrika Selatan, anak-anak sekolah berada di antara 75 persen dan satu tahun sekolah tertinggal dari seharusnya.Di Asia Selatan, 78 persen anak tidak memiliki kemampuan literasi minimum, naik dari 60 persen sebelum pandemi.Tanpa tindakan, generasi siswa saat ini berisiko kehilangan US$21 triliun pendapatan seumur hidup dalam nilai sekarang, atau setara dengan 17 persen dari PDB global saat ini, menurut Bank Dunia.
GAGASAN BESAR
Kutipan ini diatribusikan kepada Zulfa Sakhiyya, Universitas Negeri Semarang:
“Adalah mitos bahwa literasi secara otomatis menjamin mobilitas sosial vertikal. Mitos ini diperparah oleh fakta.
PERSPEKTIF
Zulfa Sakhiyya, Universitas Negeri Semarang
Literasi bukan hanya soal peringkat. Di Indonesia, kesalahpahaman tentang literasi menciptakan kesenjangan yang lebih luas.
Dengar ya: bagaimana buku audio dapat membantu literasi di Indonesia
Irfan Rifai, Universitas Bina Nusantara|
Karena orang dewasa belajar secara berbeda dengan anak-anak, memanfaatkan media yang sudah dikenal dapat membantu meningkatkan literasi.
Literasi akhirnya masuk dalam daftar bacaan dalam kurikulum Indonesia
Tati L. Durriyah, Universitas Islam Internasional Indonesia
Selama bertahun-tahun, literasi tidak di prioritaskan di pendidikan Indonesia. Ini bisa berubah setelah kurikulum baru yang ditunggu-tunggu diperkenalkan selama pandemi.
Mencegah anak-anak menjadi burung beo saat mereka belajar membaca
Chong Su Li, Universiti Teknologi Petronas
Terlalu banyak penekanan pada anak-anak yang mengetahui cara membaca kata-kata tidak membuat membaca bermakna.
Program Literasi di India gagal
Vachaspati Shukla, Institut Penelitian Ekonomi dan Sosial Sardar Patel
Terlepas dari pendidikan yang diamanatkan pemerintah, terlalu banyak orang India yang tetap tidak dapat membaca dan menulis. Saatnya meninjau kembali kebijakan.
Menumbuhkan 'ruang ketiga' untuk meningkatkan literasi di kalangan remaja
Faizah Idrus, Universitas Islam Internasional Malaysia
Rumah dan ruang kelas sendiri sering kali tidak menawarkan lingkungan terbaik untuk membuat para remaja membaca.
This article has been republished for Indonesia's National Teacher's Day. It was first published on September 27, 2022.
Originally published under Creative Commons by 360info™